Selasa, 11 Desember 2007

Fitnah kepada Ibnu Taimiyah (bagian 3)

Ibnu Taimiyah tidak pernah menyampaikan ilmunya di atas mimbar sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Bathutah. Malah Beliau tidak pernah berkutbah di atas mimbar walau Ibnu Bathutah berkata: “Dia turun dari tangga-tangga mimbar”.

Tuduhan yang paling tidak teliti adalah bahwa Ibnu Taimiyah menyerupakan istiwa allah sebagaimana duduk bersilanya beliau, sedangkan tidak terdapat di dalam kitab-kitabnya yang memaknai istiwa sebagaimana yang dituduhkan para pemfitnah.

Kenyataan yang sebenarnya Ibnu Taimiyah sepakat dan sependapat serta seakidah dengan para ulama salaf as-shaleh yaitu: “Allah bersemayam di atas Arasy-Nya dan Arasy-Nya berada di atas langit”. Ini bermakna Allah bertempat di langit sebagaimana penjelasan para ulama Salaf as-Shaleh berikut ini:

  • Berkata al-Imam Abu Hanifah rahimahullah: “Siapa mengingkari sesungguhnya Allah berada di atas langit, maka sesungguhnya dia telah kafir. Adapun terhadap orang yang tawaqquf (diam) dengan mengatakan: Aku tidak tahu apakah Tuhanku di langit atau di bumi? Berkata al-Imam Abu Hanifah: Sesungguhnya dia telah kafir karena Allah telah berfirman: Ar-Rahman di atas Arasy al Istiwa”. (Lihat Mukhtasar al-Ulum, Hlm. 137. Imam az-Zahabi. Tahqiq al-Albani.).
  • Berkata al_imam Malik rahimahullah: “Allah beraa di atas langit sedangkan ilmu-Nya di tiap-tiap tempat (di mana-mana), tidak tersembunyi sesuatupun dari pada-Nya”. (Lihat Mukhtasar al-Ulum, Hlm. 140. Imam az-Zahabi. Tahqiq al-Albani.).
  • Berkata al-Imam as-Syafi’i rahimahullah: “Sesungguhnya Allah di atas Arasy-Nya dan Arsy-Nya di atas langit.” (Lihat Mukhtasar al-Ulum, Hlm. 179. Imam az-Zahabi. Tahqiq al-Albani.).
  • Berkata al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah: “Benar! Allah di atas Arasy-Nya dan tidak sesiapapun yang tersembunyi daripada pengetahuan-Nya”. (Lihat Mukhtasar al-Ulum, Hlm. 188. Imam az-Zahabi. Tahqiq al-Albani.).
  • Atsar Imam Ibnu Khuzaimah pula menjelaskan: “Barangsiapa tidak menetapkan Allah Ta’ala di atas Arasy-Nya dan Allah istiwa di atas tujuh langit-Nya, maka ia telah kafir dengan Tuhan-Nya”. (Lihat: Ma’rifah Ulum al-Hadis. Hlm. 84. Riwayat yang sahih, dikeluarkan oleh Hakim)
  • Atsar Syaikhul Abdul Qadir al-Jailani rahimahullah menjelaskan: “Tidak boleh mensifatkan-Nya bahwa Ia berada di tiap-tiap tempat. Bahkan (wajib) mengatakan: Sesungguhnya Ia di atas langit (yakni di atas Arasy sebagaimana Ia telah berfirman: Ar-Rahman di atas Arasy, Ia beristiwa. (Qs. Thaha: 5). Dan patutlah memutlakkan sifat istiwa tanpa takwil, sesungguhnya Allah istiwa dengan Zat-Nya di atas Arasy. Keadaan-Nya di atas Arasy disebut pada tiap-tiap kitab yang Ia turunkan kepada tiap-tiap Nabi yang Ia utus tanpa (bertanya): Bagaimana caranya (Allah istiwa di atas Arasy-Nya)?”. (Lihat Fatawa Hamwiyah Kubra. Hlm. 84).
  • Berkata al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari rahimahullah: “Di atas langit-langit itulah Arasy, maka tatkala Arasy berada di atas langit-langit Allah berfirman: Apakah kamu merasa aman terhadap Zat yang berada di atas langit? Sesungguhnya Ia istiwa (bersemayam) di atas Arasy yang berada di atas langit dan tiap-tiap yang tinggi itu dinamakan ‘As-Sama (langit), maka arasy berada di atas langit. Bukanlah yang dimaksudkan di dalam firman: Apakah kamu merasa aman terhadap Zat yang berada di atas langit? Bukan di seluruh langit! Tetapi Arasy-Nya yang berada di atas langit.” (Lihat: Al-Ibanah an-Usul ad-Dainah. Hlm. 48)

Dari hujah-hujah di atas, amatlah jelas, bahwa larangan mentakwil terhadap sifat-sifat Allah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, telah disepakati pula oleh seluruh ulama dari kalangan Imam-imam mazhab fiqih dan akidah yang antara lain: Maliki, Hambali, Hanafi, as-Syafi’I, abu Hasan al-Asy’ari, Ibnu Khuzaima dan lain-lainnya tetapi ditentang oleh orang-orang yang tidak senang terhadapnya.

  • Berkata pula Imam Ibnu Khuzaimah (dari kalangan ulama as-Safi’iyah): “Kami beriman dengan berita dari Allah Jalla wa-Ala sesungguhnya Pencipta kami Ia beristiwa (bersemayam) di ataas Arasy-Nya. Kami tidak mengganti/mengubah kalam (firman) Allah dan kami tidak akan mengucapkan peerkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah) kepada kami sebagaimana (perbuatan kaum) yang menghilangkan sifat-sifat Allah seperti golongan Jahmiyah yang pernah berkata: Sesungguhnya Dia istiwla (menguasai) Arasy-Nya bukan istiwa!! (bersemayam). Maka mereka telah mengganti perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah) kepada mereka, ini menyerupai perbuatan Yahudi tatkala diperintah mengucapkan: Hithtatun Ampunkannlah dosa-dosa kami), tetapi mereka mengucapkan (mengubah): Hinthah (makanlah gandum)! Mereka (kaum Yahudi) telah menyalahi perintah Allah yang Maha Agung dan Maha Tinggi maka seperti itulah (perbuatan kaum) Jahmiyah”. (Lihat: Kitabut Tauhid fi ithbatis Sifat. Hlm. 101. Ibnu Khuzaimah).

Tidak ada komentar: