Senin, 10 Desember 2007

Ziarah Kubur dilarang (bagian 2) ?

Umat islam di Indonesia dan juga banyak di Negara-negara lainnya memiliki kebiasaan berziarah ke kubur wali-wali untuk bertabarruk kepada Allah melalui perantara wali/ulama yang telah meninggal. Keyakinan ini karena adanya keyakinan bahwa orang-orang awam itu banyak dosanya sedangkan para wali/ulama yang telah meninggal itu lebih dekat kepada Allah karena amal dan ilmunya. Hal ini mungkin bisa kita ibaratkan Allah sebagai Raja kemudian wali/ulama adalah orang kepercayaan Raja. Sebagai rakyat kita sangat sulit tentu saja untuk menyampaikan keinginan kita kepada Raja. Salah satu cara untuk bias melakukannya tentu saja adalah dengan meminta bantuan kepada orang kepercayaan Raja untuk menyampaikan keinginannya. Inilah salah satu konsep kepercayaan adanya tabarruk kepada Allah melalui perantara nabi/wali/ulama.

Secara sekilas alasan seperti ini memang masih masuk akal. Akan tetapi jika kita perhatikan lagi Al Qur’an dan As Sunnah serta kesempurnaan sifat-sifat Allah alasan seperti diatas menjadi tidak masuk akal disebabkan oleh hal-hal berikut :

  • Dilihat dari pandangan kesempurnaan Allah, mengibaratkan Allah seperti layaknya seorang Raja adalah penghinaan yang sangat besar sekali kepada Allah. Raja adalah manusia yang hanya bisa melihat sebatas penglihatan matanya, yang hanya mendengar sebatas kemampuan telinganya, yang hanya mengetahui sebatas apa yang disampaikan kepadanya. Akan tetapi Allah adalah sempurna, penglihatanNya meliputi segala sesuatu, pendengaranNya meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu apapun yang tidak diketahuiNya.

Seorang rakyat harus menyampaikan keinginannya kepada orang kepercayaan Raja karena raja tidak bisa mengetahui setiap keinginan rakyatnya. Tidak demikian dengan Allah yang mengetahui segala sesuatu meskipun itu berada di hati manusia dan tidak pernah disampaikan kepada yang lainnya. Allah selalu mendengar keinginan setiap hambanya. Oleh karena itu merupakan sesuatu yang aneh kalau kita bertabarruk kepada Allah dengan perantara nabi/wali/ulama yang telah mati. Orang yang mati tidak bisa mendengar, apalagi berbicara apalagi memberi berkah kepada kita. Beda kasusnya kalau kita datang ke Kyai yang masih hidup terus kita bilang “Ya Kyai tolong saya di doakan begini-begini”, suatu yang masih masuk akal karena kalau kyainya hidupkan masih bisa berdoa. Tapi jika sudah mati ?

  • Bertentangan dengan Al Qur’an. Banyak sekali ayat-ayat yang membahas masalah ini.

Ketika Allah berfirman tentang orang-orang Musyrik (Quraiys) dimana Rasulullah diperintahkan untuk mendakwahkan kalimat syahadat mereka berkata “Apakah Dia hendak menjadikan tuhan-tuhan yang banyak ini menjadi menjadi satu ilah saja ? sungguh ini adalah suatu hal yang mengherankan. Maka pergilah pemimpin-pemimpin mereka itu (seraya berkata), ‘Pergilah engkau dan tetaplah (menyembah) sesembahan-sesembahan engkau. Sesungguhnya ini adalah satu hal yang Dia kehendaki. Kami tiak mendengar hal ini dalam agama terakhir. Ini (yakni mengesakan Allah) tidak lain adalah (dusta) yang diada-adakan” (QS. Ash Shad:5).

Kamu musyrikin menyebut dengan Dia pada ayat diatas Yang dimaksud Adalah Allah Tuhan Semesta Alam karena pada kalimat setelahnya dikatakan bahawa sesungguhnya ini adalah satu hal yang Dia (Allah) kehendaki. Jika anda membaca tulisan saya sebelumnya tentang ‘Mereka berbohong atas nama kami’ maka anda pasti sudah memahami bahwa kaum musyrikin mengenal Allah sebagai Tuhan Semesta Alam dan Allah mengingkari penyembahan kepada Latta dan Uzza ( beberapa sesembahan mereka) merupakan bentuk pendekatan diri/tabarruk kepada Allah. Allah sama sekali tidak menerima alasan tabarruk mereka dan Rasulullah memerangi mereka Karena ini.

Lho, mas yang disembah kaum musyrikin kan patung lha sedangkan saya kan bertabarruk kepada Allah melalui perantara Nabi/Wali/ulama ya beda dong mas. Saya tidak menyembah nabi/wali/ulama kok. Saya cuma berharap dengan bertabarruk akan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Mungkin ini adalah alasan yang dikemukakan oleh pendukung tabarruk dikuburan. Suatu alasan yang mungkin logis.

Disini perlu saya tekankan lagi bahwa kaum musyrikin Quraisy waktu itu sama sekali tidak meyakini bahwa patung-patung yang mereka sembah mampu memberi manfaat/madharat kepada mereka baik itu memberikan rizki. Mereka melakukan itu semata-mata hanya untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Mereka menyangka bahwa dengan bertaqarrub kepada patung-patung itu maka akan lebih mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana firman Allah “Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan ?’ Pasti mereka akan menjawab ‘Allah’, maka katakanlah kepada mereka ‘mengapa engkau tidak mau bertakwa ?’” (QS. Yunus :31)

Dan juga firman Allah : “dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata) ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’” (QS Az Zumar:3)

Dalam ayat ini tidak hanya patung yang menjadi konteksnya akan tetapi global berupa penyembahan-penyembahan terhadap patung-patung (meskipun sebenarnya patung-patung tersebut juga merupakan representasi orang-orang shalih), nabi, wali dan juga yang lainnya dimana tujuan kita adalah agar kita lebih didekatkan kepada Allah. Cara seperti ini sudah Allah ingkari sendiri dalam firmanNya.

Lalu kenapa kita bertabarruk di kuburan wali untuk mendekatkan diri kepada Allah padahal Allah telah mengingkari hal yang demikian itu dalam Al Qur’an ?

  • Bertentangan dengan perintah Rasulullah

Rasulullah bersabda : "Laknat Allah bagi orang-orang Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai masjid". (HR.Bukhori dan Muslim).

Yang ingin saya tekankah disini bahwa kita sepakat bahwa menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai masjid adalah terlaknat. Karena kalau kita tidak sepakat untuk masalah ini percuma saja anda membaca lanjutan tulisan ini karena sejak awal anda sudah mengingkari hadits Rasulullah.

Pada kasus orang Nashrani sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Aisyah Radiyallahuanha dia menuturkan bahwa Ummu salamah[1] bercerita kepada rasulullah sallallahu Alaihi Wasallam tentang gereja yang dilihatnya di neger Habasyah beserta gambar-gambar yang ada di Gereja itu. Nabi lantas bersabda “

Jika ada orang yang shalih – atau hamba yang shalih – diantara mereka meninggal, mereka bangun diatas tempat ibadah dan menggambar wujud orang shalih tersebut di dalamnya. Mereka itu adalah sejelek-jelek orang disisi Allah“ (HR. Bukhari 427, Muslim 528)

Dengan kata lain kuburan-kuburan orang shalih itu berada di dalam gereja dan mereka berdo’a kepada orang shalih tersebut. Hal ini merupakan ibadah sehingga Allah melaknat mereka karena ini. Dalam konteks ini membangun kuburan di dalam masjid juga termasuk dalam kategori ini. Dan hal ini juga perbuatan yang dilarang.

Yang menjadi masalah bagaimana kalau kita berdo’a dalam rangka taqarrub dikuburan bukan dimasjid yang ada kuburannya atau kuburan yang dijadikan masjid ?

Dalam hal ini larangan ini juga berlaku untuk taqarrub pada kuburan wali/nabi karena selain melaknat orang yahudi dan nashrani mengenai hal itu Rasulullah juga dimakamkan di dalam rumah beliau sendiri bukan diluar. Mengenai hal ini Aisyah berkata “hanya saja dikawatirkan kalau kubur beliau dijadikan tempat ibadah” (Hadits Bukhari dan Muslim saya tidak tahu tepatnya nomor berapa silakan cari sendiri ). Maknanya disini tidak harus membangun masjid diatas kuburan akan tetapi makna yang lebih luas yaitu ibadah. Dengan kata lain dilarang melakukan tindakan ibadah dikuburan nabi/wali tidak hanya sholat saja akan tetapi tindakan ibadah kecuali apa yang telah di syariatkan dalam berziarah ke kuburan.

Untuk saat ini hanya ini yang bias saya sampaikan. Jika ada kritik dan koreksi kesalahan silakan disampaikan kepada saya.



[1] Beliau adalah Hindun Binti Abi Umayyah bib Al Mughirah Al Qurasyiah Al Makhzumah. Beliau dinikahi Rasulullah setelah ditingal wafat oleh abu salamah pada tahun 4H. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau menikahi Ummu Salamah pada 3H. Ummu Salamah wafat pada tahun 62H.

Tidak ada komentar: